Akhirnya sampailah pada hari ahad, saya bertemu Gus Hilmi untuk melihat lokasinya pondok pesantren yang sudah tutup tersebut,,,,......
Setelah menyusuri jalan raya, tibalah kami di sebuah gang kecil yang hanya cukup satu mobil truck saja, jalannya berdebu karena masih tanah dan terlihat jelas sering dilalui kendaraan berat mungkin truck pengangkut hasil panen tebu karena selain bambu, ada tanaman pepaya dan tebu disekitar lokasi.
Nangis rasanya melihat kondisi seperti itu.... teringat waktu kecil ingin belajar ke pondok pesantren tidak bisa, karena ekonomi orang tua saya waktu itu sangat sulit,,,,....
Akhirnya kami bertiga (Gus Hilmi, Mas Adi dan saya) menemui penyewa namanya Pak Abdulah yang sudah tinggal sejak september 2019 lalu, setelah memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan kami, Alhamdulillah niat kami disambut dengan baik, bahkan impian kami didukung oleh pak Abdullah. (Baca Impian kami)
Ternyata impian pak Abdullah juga sama, salah satu alasan kenapa beliau mau menyewa lokasi pondok yang tutup tersebut karena ingin menghidupkan kembali pondok pesantren dan ingin cari tempat yang luas untuk produksi tusuk sempol atau tusuk cilok.
Usaha lidi (biting bahasa jawanya) ternyata sudah ditekuni 6 bulan yang silam oleh pak Abdullah setelah usaha tambang batu andesitnya bangkrut karena satu dan lain hal, di tengah keterpurukan pak Abdullah silahturahmi ke temannya pengusaha tusuk sate.
Dari temannya si pengusaha tusuk sate tersebut, pak Abdullah mendapatkan informasi bahwa kebutuhan per hari 1 ton (1.000 kg) dan itupun tidak terpenuhi permintaan pasar, berbekal pengalaman dibidang mesin, pak Abdullah merintis usaha tusuk sempol atau tusuk cilok dengan panjang sekitar 30 - 45 cm.
Ketika kami tanya kenapa gak bikin tusuk sate pak? Sambil tertawa bilang, harga mesin peruncing yang mahal mas yoko, bisa mencapai diatas 18 juta.
Pak Abudullah, saat ini berapa kapasitas produksinya? (tanya saya)
Sekitar 120 kg per shift mas yoko, kalau listrik gak mati bisa mencapai 3 ton per 25 hari kerja.
Kok ada listrik mati pak? (rasa penasaran saya)
Iya mas, satu mesin kira-kira butuh daya 1.000 wat disini ada 2 mesin (mesin belah/rajang dan mesin serut) kalau jalan bareng butuh minimal daya 2.000 watt, tapi kapasitas listrik disini hanya 900 watt, akhirnya untuk mensiasati agar listrik gak bolak balik mati, pakai dinamo motor yang 0,5 pk sebagai pengerak mesin.
normalnya berapa pk pak? (pikiran saya langsung membuat analisa karena pengalaman di maspion, bagian mesin produksi dan lulusan SMK Turen (mesin tenaga).
Normal butuh 1,5 pk mas yoko, kalau mau lebih bagus produksinya jadikan 2 pk mas, tapi listrik harus bikin pos gardu sendiri (5600 Va) biayanya sekitar 6 jutaan mas, total semuanya untuk fix operasional normal 50 juta mas yoko.
Baik pak, coba nanti kita diskusikan lagi, siapa tahu nanti ada bapak/ibu dermawan yang HIJRAH RIBA dan mau investasi syirkah dan mau membantu usaha bapak.
Wah tambah semangat kalau berjuang bersama-sama seperti ini, gak sendiri lagi saya
Tawa kami berempat memenuhi ruangan,......
Kamipun diajak berkeliling melihat kondisi rumah dan kebun milik pak Kyai (maaf tidak bisa kami sebutkan namanya) intinya pak Kyai tahun depan selesai kontrak rumah tersebut mau dijual semuanya, miris dan sedih sebuah niat mulia tanpa didampingi pengetahuan ilmu ekonomi dan manajemen yang baik, akhirnya harus kandas dan mengubur impiannya untuk syiar agama islam.
Setelah kami berkeliling dan melihat mesin produksi tusuk sate (walaupun masih perlu finishing) kami kembali keruang tamu, dan berdiskusi bagaimana cara agar bisa meningkatkan produksi sehingga mampu menghidupkan kembali pondok pesantren ini, namun dengan Dana Syirkah bukan Dana Riba.
Kami melakukan Istigosah sebelum membuat Rumah Produksi "BAMBU NUSANTARA"Dengan Nawaitu : بِسْÙ…ِ اللّÙ‡ِ الرَّØْÙ…َÙ†ِ الرَّØِÙŠْÙ…ِ
semoga niat kami membangun pondok pesantren dan membantu pondok pesantren yang sudah ada di Ridhoi Allah SWT.
Apakah hati💗 anda tergerak untuk membersamai langkah kami ???
Berminat untuk menjalin silahturahmi bersama kami di group whatsapp Mitra Syirkah Bambu Nusantara untuk membantu pondok pesantren, KLIK DISINI
0 Komentar